"Tidak hanya buku tercetak, penerbit harus mampu menjual buku berformat digital," ujar Pustakawan Ahli Utama Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Mariana Ginting, dalam "Orasi Ilmiah Pustakawan Ahli Utama" di Jakarta, Selasa (11/10/2022).
Berdasarkan pengamatannya, hasil tugas akhir mahasiswa jarang dibaca oleh masyarakat karena bahasa yang digunakan kaku sehingga kurang menarik. Sebab itu, untuk menambah jumlah penulis di Indonesia, dia menyarankan agar dibuat regulasi atau kebijakan yang mewajibkan setiap lulusan akademik selain skripsi, tesis, disertasi, juga menulis buku populer yang ber-ISBN sesuai dengan minat mahasiswa bersangkutan.
"Dengan demikian, karya dan jumlah penulis akan bertambah serta topik yang dibahas juga akan bervariasi," ujar dia. Selain itu, dia pun menyampaikan, perlu juga jaringan penerbit yang kuat dan dapat berbagi sumber daya sehingga penyebaran terbitan akan menekan biaya distribusi dan membuat harga buku lebih murah.
kepribadian dan psikologi, serta program lain yang bersifat inklusi," kata dia.
Kepala Perpusnas, Muhammad Syarif Bando, dalam arahannya menuturkan, pustakawan dituntut untuk mendukung peningkatan kualitas serta harkat dan martabat kaum marginal. Saat ini, pustakawan harus mampu untuk meyakinkan seluruh pemangku kepentingan atas keberadaan perpustakaan dalam kehidupan masyarakat.
Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial yang digaungkan oleh Perpusnas dinilai dapat berperan untuk mengubah hidup masyarakat menjadi lebih baik. Dia menegaskan, perpustakaan secara nyata berkontribusi dalam meningkatkan perekonomian nasional melalui pembekalan kemampuan untuk masyarakat dalam membangun usaha kecil menengah.
"Yang paling penting adalah bagaimana cara kita bisa mengubah bangsa kita menjadi bangsa yang besar dengan mengimplementasikan 70 persen transfer knowledge yang ada di perpustakaan kepada masyarakat," kata dia.
Sumber: Republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar