Konsumsi Rokok Melebihi Susu

Radio Babe. BEKASI – Memilih hidup sehat ternyata masih belum menjadi pilihan utama masyarakat Kota Bekasi. Buktinya, konsumsi rokok masih jauh lebih tinggi ketimbang membeli daging dan susu. Faktor ini ini juga yang mempengaruhi kesakitan Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) menjadi yang tertinggi, rencana naiknya cukai rokok diharapkan mempengaruhi jumlah konsumsi rokok masyarakat Kota Bekasi.

Hasil data statistik kesejahteraan rakyat Kota Bekasi tahun 2020, angka kesakitan masyarakat Kota Bekasi tercatat 11,42 persen, paling tinggi ada di kelompok rumah tangga pengeluaran 40 persen terbawah sebesar 11,80 persen. Penggunaan jaminan kesehatan untuk berobat jalan juga paling besar oleh kelompok rumah tangga pengeluaran 40 persen terbawah, sebesar 50,50 persen, (lihat grafis).

Total pendapatan yang diterima oleh masyarakat Kota Bekasi digunakan untuk membelanjakan kebutuhan mulai dari makanan, bukan makanan, hingga investasi. Dari rata-rata pengeluaran selama satu bulan Rp2,35 juta, paling besar dikeluarkan untuk membeli bahan makanan dan minuman jadi, disusul umbi-umbian, ikan, udah, cumi kerang, rokok dan tembakau, sayuran, telur dan susu, dan kebutuhan yang termasuk dalam kelompok bahan makanan lainnya.

Kesimpulan dari hasil olah data statistik ini tertulis semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat, semakin sedikit jumlah perokok dalam kelompok pendapatan tinggi. Namun, semakin sedikitnya jumlah perokok tidak berbanding lurus dengan jumlah batang rokok yang dikonsumsi, justru semakin banyak.

Sekertaris Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, Evi Mafriningsianti menyebut bahwa pola konsumsi masyarakat perkotaan tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat pendapatan saja. Faktor lain, kemungkinan yang mempengaruhi pola konsumsi masyarakat perkotaan diantaranya gaya hidup, juga keinginan meniru tokoh yang sedang fenomenal di tengah masyarakat.

Dalam hal ini dibutuhkan peran pemerintah, keluarga, hingga lingkungan masyarakat secara masif mengenai pentingnya gaya hidup sehat. Edukasi pola konsumsi yang sehat kepada masyarakat juga dibutuhkan selama kegiatan masyarakat dibatasi, tidak banyak berada di luar rumah, sehingga cenderung beraktifitas di dalam rumah.”Peran-peran edukasi semua pihak ini akan membentuk pola perilaku yang baik dari masyarakat,” katanya.

Sementara melihat tingginya konsumsi rokok maupun pengeluaran masyarakat untuk membeli rokok dan tembakau ini dapat dibatasi menggunakan aturan yang ada di lembar daerah. Kecenderungan ini dapat diatasi untuk mencegah angka kesakitan pada saluran pernafasan akibat menghirup udara kotor termasuk asap rokok diminimalisir dialami kelompok masyarakat yang sejatinya tidak merokok.

Disamping itu, ruang-ruang publik diminta harus menyediakan area khusus bagi perokok atau smoking area. Bila perlu, diberlakukan sanksi bagi perokok yang dengan sengaja merokok disembarang tempat. Selain berharap konsumsi rokok dapat ditekan jika rencana pemerintah untuk menaikkan cukai rokok mulai terlaksana.

“Per Februari 2021, cukai rokok akan naik sebesar 12,5 persen. Diharapkan dengan naiknya harga rokok ini akan berimbas pada daya beli masyarakat, dan diikuti dengan turunnya konsumsi masyarakat,” tambahnya.

Pemerintah Kota Bekasi telah memiliki aturan yang dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) nomor 15 tahun 2019 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Adanya perda ini sejatinya bertujuan untuk menciptakan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat, hingga melarang, produksi, peredaran, penjualan, iklan, promosi, penggunaan rokok di kawasan KTR.

Aturan ini juga mengatur ketentuan pidana dan denda bagi setiap pelanggar. Ketentuan pidana berkisar mulai dari tiga hari hingga tiga minggu penjara. Sedangkan sanksi denda mulai dari Rp1 hingga Rp15 juta.

Sebelumnya, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi, Dezi Syukrawati menjelaskan pola makan masyarakat yang sehat tentunya berimbang. Jika sebelumnya masyarakat mengenal konsep 4 sehat 5 sempurna, kini sudah tidak lagi digunakan.

Dalam beberapa literatur, konsep 4 sehat lima sempurna yang dikembangkan oleh profesor Poerwo Soedarmo berkembang dan disempurnakan menjadi Pedoman Gizi Seimbang (PDS). Secara singkat dijelaskan oleh Dezy mengandung unsur karbohidrat, protein, dan vitamin.

“Kalau dari gizi sendiri ada tuh sekarang istilahnya piringku, diisi piringku itu ada keseimbangan, dari isi piring kita itu harus ada setengah isinya sayur, seperempatnya lagi nasi, seperempatnya lagi itu lah yang nanti ada protein di dalamnya,” terangnya meminta masyarakat untuk mengkonsumsi gizi seimbang.

Asupan gizi masyarakat menyesuaikan kebutuhan gizi tubuh, salah satunya berat badan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan berat badan yang ideal dan sehat, serta kebutuhan gizi tercukupi.

Terkait dengan kecenderungan pengeluaran masyarakat untuk membeli makanan dan minuman jadi, ia mengingatkan pengolahan makanan pada setiap produk makanan jadi tidak serta merta sama, juga tidak menjamin keyakinan bahwa makanan diproduksi secara aman dan dari bahan dasar yang aman. Menurutnya, masyarakat tidak seharusnya tidak terlalu memanjakan diri dengan mengkonsumsi makanan dan minuman jadi.

“Masalahnya yakin nggak kita dengan makanan yang kita pesan itu bahannya bahan bagus, diolahnya bersih, dengan bahan yang dipakainya baik,” tambahnya.

Karakteristik masyarakat perkotaan ini juga berhubungan dengan padatnya aktivitas, serta kemudahan yang disediakan melalui perkembangan teknologi informasi. Angka kesakitan sampai saat ini masih didominasi oleh penyakit ISPA.

Banyak faktor melatar belakangi ISPA mendominasi, diantaranya cuaca buruk yang menimbulkan debu, akibat industri, pembakaran, lalu lintas yang padat memicu tumbuhnya polusi, hingga akibat asap rokok. Selama ini edukasi dilakukan oleh layanan kesehatan, Puskesmas.

Edukasi kesehatan masyarakat dilakukan oleh layanan kesehatan melalui kegiatan promosi kesehatan.

Sumber : Radar Bekasi
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berita Populer