KOMPAS.com - Hai pemuda, tahukah kamu hari ini adalah hari yang spesial? Tepat pada tanggal 28 Oktober 1928, sebuah peristiwa bersejarah terjadi. Kelompok pemuda dari berbagai macam suku, ras, dan agama bersatu dan bersepakat untuk bersama-sama berjuang melawan penjajah. Hari itulah yang kemudian kita kenang sebagai Hari Sumpah Pemuda. Berbicara soal Sumpah Pemuda, tentu kita harus menilik kembali di mana peristiwa itu terjadi dan bagaimana awalnya.
Sebuah gedung saksi peristiwa Sumpah Pemuda masih berdiri kokoh di Jalan Kramat Nomor 106, Jakarta Pusat. Gedung itu awalnya dikenal dengan nama Gedung Kramat Raya 106.Gedung ini menjadi saksi bisu atas pembacaan ikrar ratusan pemuda di Indonesia, 92 tahun silam. Di gedung seluas 1.285 meter persegi ini, para pemuda Indonesia melebur untuk berdiskusi terkait format perjuangan hingga merumuskan apa yang kita sekarang kenal sebagai Sumpah Pemuda. Gedung itu mulai difungsikan sejak sekitar awal abad ke-20. Awalnya, gedung ini merupakan rumah tinggal dari seseorang bernama Sie Kong Tiang. Barulah pada tahun 1908, gedung itu disewakan bagi pemuda dan pelajar, sehingga memberi jalan bagi kemajuan pergerakan pemuda Indonesia.
Awalnya rumah kos mahasiswa :
Awal tahun 1900-an, muncul gelombang elite terpelajar di Indonesia. Mereka kemudian membentuk berbagai organisasi kepemudaan yang banyak dibentuk berdasarkan identitas etnis, seperti Jong Celebes (Sulawesi), Jong Ambon (Ambon), Jong Java (pemuda Jawa), Jong Sumatranen Bond (Sumatera), dan Pemuda Kaum Betawi. Anggota dari organisasi tersebut bersekolah di kota-kota besar di Jawa.
Banyak dari sekolah-sekolah tersebut yang menyediakan asrama. Namun, sebab jumlah pelajar semakin meningkat, asrama pun tak cukup lagi mengakomodasi semua pelajar. Alhasil, sebagian dari mereka harus tinggal di rumah kos. Salah satu gedung yang menyediakan jasa tersebut, tak lain adalah Kramat Raya 106 yang kala itu dikenal dengan sebutan Commensalen Huis. Sejak 1908, Kramat Raya 106 telah dihuni oleh pemuda dan mahasiswa dari sekolah kedokteran School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (Stovia) dan sekolah hukum Rechtsschool (RS).
Semenjak itu, pemuda lain berdatangan untuk turut tinggal di sana. Pada tahun 1925, anggota dari organisasi Jong Java mulai tinggal di rumah kos tersebut.
Organisasi pemuda lainnya mulai mengikuti jejak Jong Java. Pada tahun 1926, Jong Sumatranen Bond, Jong Celebes, Jong Ambon, dan lain-lain mulai menghuni gedung tersebut. Sehari-harinya mereka sering melakukan diskusi bersama. Soekarno bersama Algemeene Studie Club dari Bandung pun sering datang untuk membicarakan format perjuangan dengan pemuda-pemuda lain yang tinggal di gedung. Selain digunakan sebagai tempat diskusi politik, gedung ini juga dipergunakan sebagai lokasi latihan kesenian Langen Siswo.
Dari diskusi-diskusi tersebut, muncul keinginan untuk membentuk perhimpunan bersama. Alhasil, pada September 1926, lahir Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) di gedung tersebut. Organisasi ini tak lagi didasari identitas kesukuan ataupun agama, seperti organisasi yang bermunculan sebelumnya. PPPI menjadikan Kramat Raya 106 sebagai sekretariatnya. Tak hanya itu, majalah terbitan PPPI, Indonesia Raja, juga berlokasi di rumah tinggal bersama tersebut. Pemuda Indonesia melebur dan bersama-sama melakukan diskusi terkait kemerdekaan Indonesia di sana. Sebab digunakan oleh berbagai organisasi, pada tahun 1927, gedung itu pun beralih nama menjadi Indonesische Clubhuis atau Clubgebouw yang berarti gedung pertemuan.
sumber : kompas.com
Semenjak itu, pemuda lain berdatangan untuk turut tinggal di sana. Pada tahun 1925, anggota dari organisasi Jong Java mulai tinggal di rumah kos tersebut.
Organisasi pemuda lainnya mulai mengikuti jejak Jong Java. Pada tahun 1926, Jong Sumatranen Bond, Jong Celebes, Jong Ambon, dan lain-lain mulai menghuni gedung tersebut. Sehari-harinya mereka sering melakukan diskusi bersama. Soekarno bersama Algemeene Studie Club dari Bandung pun sering datang untuk membicarakan format perjuangan dengan pemuda-pemuda lain yang tinggal di gedung. Selain digunakan sebagai tempat diskusi politik, gedung ini juga dipergunakan sebagai lokasi latihan kesenian Langen Siswo.
Dari diskusi-diskusi tersebut, muncul keinginan untuk membentuk perhimpunan bersama. Alhasil, pada September 1926, lahir Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) di gedung tersebut. Organisasi ini tak lagi didasari identitas kesukuan ataupun agama, seperti organisasi yang bermunculan sebelumnya. PPPI menjadikan Kramat Raya 106 sebagai sekretariatnya. Tak hanya itu, majalah terbitan PPPI, Indonesia Raja, juga berlokasi di rumah tinggal bersama tersebut. Pemuda Indonesia melebur dan bersama-sama melakukan diskusi terkait kemerdekaan Indonesia di sana. Sebab digunakan oleh berbagai organisasi, pada tahun 1927, gedung itu pun beralih nama menjadi Indonesische Clubhuis atau Clubgebouw yang berarti gedung pertemuan.
sumber : kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar