Bisnis Kembali Loyo


Peningkatan kasus Covid-19 di wilayah Bekasi akhir-akhir ini, menyebabkan aktivitas bisnis mulai lesu. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Bekasi memperkirakan terjadi penurunan pendapatan setelah dilakukan pengetatan kembali aktivitas warga dan aktivitas usaha.

Ketua Aprindo, Roy Nicholas Mandey, membeberkan dua faktor yang akan mempengaruhi bisnis ritel. Diantaranya adalah jam operasional usaha dan daya beli atau tingkat konsumsi masyarakat. Anjloknya indeks penjualan riil terbesar terjadi pada April, saat PSBB tengah dilaksanakan memasuki pandemi. “Pada April itu kita punya indeks penjualan riil eceran itu sekitar minus 26 persen,” katanya, Senin (14/11).

Memasuki Mei, pertumbuhan indeks penjualan riil masih minus 22 persen, sebelum akhirnya tumbuh positif pada Juni. Indeks penjualan riil berada diangka 17,3 persen hasil survei penjualan eceran Bank Indonesia. Pertumbuhan positif kurun waktu Juni hingga Agustus ini dilatar belakangi oleh perubahan status dari PSBB total menuju PSBB proporsional, serta stimulus ekonomi yang diberikan eleh pemerintah kepada masyarakat di tengah situasi pandemi.

Mendapati peningkatan kasus pada September ini, masih di pertambahan bulan, Aprindo memprediksi indeks penjualan riil kembali merosot. Meskipun peluang untuk menjaga indeks penjualan riil masih mungkin terjadi di wilayah Bekasi, lantaran tidak memilih PSBB total. “Kalau kemarin (indeks penjualan riil sudah turun) minus 10 (Agustus), bulan ini bisa minus 20an lagi, apalagi beberapa daerah melakukan PSBB total seperti DKI,” tambahnya.

Beberapa catatan diberikan kepada langkah yang diambil oleh pemerintah Kota maupun Kabupaten Bekasi. Diantaranya meskipun jam operasional usaha dibatasi, tetap diberikan waktu 12 jam untuk membuka operasional usaha. Aprindo menerima pembatasan jam operasional hingga pukul 20.00 WIB, namun diizinkan untuk memulai operasional usaha sejak pukul 08.00 WIB.

Selanjutnya, di tengah jumlah kasus yang terus meningkat, menurut Roy perlu diimbangi dengan bantuan langsung tunai yang diberikan kepada masyarakat untuk menjaga daya beli selama diminta untuk tetap berada di rumah. Selama pelaksanaan PSBB proporsional, catatan pengunjung hanya 30 hingga 35 persen dibandingkan dengan situasi normal, jika diberlakukan kembali PSBB total maka jumlah pengunjung lebih sedikit, sekitar 15 hingga 20 persen.

Senada, Ketua APPBI Bekasi, Djaelani. Menurutnya, selain menurunkan penyebaran Covid-19, juga menurunkan aktivitas perekonomian.”Ada (potensi penurunan pendapatan), makanya dari pemerintah sendiri juga menghimbau tolong jaga protokol kesehatan,” katanya.

Ia menyampaikan bahwa protokol kesehatan hinga saat ini di pusat-pusat perbelanjaan masih dilakukan dengan ketat, keputusan langkah yang diambil oleh pemerintah daerah sudah diterima bahwa aktivitas di pusat perbelanjaan masih diizinkan dengan protokol kesehatan lebih ketat. Diakui bahwa sejak dilonggarkan pada 8 Juni 2020 silam, terjadi pergerakan ekonomi di pusat perbelanjaan meskipun tidak signifikan.

Pada masa Adaptasi Tatanan Hidup Baru (ATHB), traffic pengunjung dinilai tidak signifikan, lantaran masih dihantui rasa takut terhadap penyebaran Covid-19. Sementara geliat bisnis yang didapati di pusat perbelanjaan, hanya cukup untuk membiayai operasional usaha, jauh jika dibandingkan dengan target pendapatan setiap bulan.

Setelah dalam kurun waktu Maret hingga Juni 2020 sebanyak 19 ribu karyawan di rumahkan. Saat ini sudah kembali beraktivitas, meskipun bergantian setiap satu atau dua hari antar karyawan. Pihaknya belum bisa memprediksi kapan aktivitas perekonomian di pusat perbelanjaan kembali normal.

“Makanya kalau dilihat dari PSBB yang ketat ini, mungkin bisa menurunkan Covid-19, tentunya perekonomian menurun juga, karena dua-duanya memang penting,”


sumber : radarbekasi.id

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berita Populer